PENTING!! Mau Uang Non stop Masuk ke rekening Anda. Anda bisa download ebooknya, GRATIS. Pada link dibawah. Panduan Uang NonStop.

Minggu, 31 Mei 2009

CERPEN : FIGHT!!!!

Posting cerpen by: fairy
Total cerpen di baca: 457
Total kata dlm cerpen: 9528
Tanggal cerpen diinput: Sun, 10 May 2009 Jam cerpen diinput: 11:18 AM


Aku Athalie Dianna Ridgley. Aku tinggal bersama kedua orang tuaku dan seorang sahabatku, Cecylia di kawasan elit Jakarta. Ia adalah sahabatku sejak kecil. Kedekatan kami sudah seperti saudara. Bahkan tak hanya kami, orangtua kamipun bersahabat. Hingga peristiwa lima tahun yang lalu, tepatnya saat kami berumur sepuluh tahun. Saat itu,aku dan Cecyl sedang berada di sekolah. Tuan dan Nyonya Allen, orangtua Cecyl mengalami kecelakaan pada pesawat yang ditumpanginya saat perjalanan menuju Kanada. Sejak saat itu Cecyl tinggal bersama keluargaku. Dan aku sebagai putri tunggal Tn.Ridgley secara resmi tidak lagi merasa kesepian. Karena sekarang aku tidak lagi sendiri. Dan setelah kejadian itu,kami yang sebelumnya tinggal di Inggris(karena memang asli Inggris),tepatnya di Manchester pindah ke Indonesia karena Papaku bekerja di Kedutaan Besar Inggris yang ada di Indonesia. Dan setelah itu, penyakitku terbongkar. Saat libur kenaikan kelas aku dan Cecyl bermain di pantai. Kami berenang dari subuh hingga siang hari. Sebenarnya aku sudah merasa lelah. Tetapi melihat Cecyl yang masih bersemangat, aku jadi enggan untuk berhenti. Padahal aku sudah merasa ada yang tidak beres dengan dadaku. Aku tiba-tiba merasa sesak dan sulit bernafas. Dan tiba-tiba pula aku merasa dadaku sakit. Sebenarnya aku pernah beberapakali merasakan sakit didadaku, namun aku biarkan dan aku tak pernah mengatakannya pada orangtuaku. Tapi, saat itu, sakit yang menyerang dadaku melebihi biasanya. Akupun berjalan ke tepi lebih dulu dan Cecyl mengikuti di belakangku. Aku duduk di tepi pantai sambil memegang dadaku. Cecyl terlihat khawatir dan…semua gelap. Begitu sadar aku sudah ada di rumah sakit. Dan aku dengar dokter bilang bahwa aku mengidap penyakit jantung stadium akhir. Mamaku dan tentunya aku shock mendengarnya. Sedangkan Papa terlihat tabah. Dan gara-gara penyakitku yang tiba-tiba ini, aku yang karnivora harus berubah menjadi vegetarian. Padahal aku sangat benci sayuran. Dan parahnya,sku tidak boleh lagi main ke pantai…mungkin karena sehabis dari pantai penyakitku muncul. Padahal aku sangat ingin bertemu orca, paus pembunuh yang akrab dengan manusia. Kalau aku mau melihat paus otomatis aku harus berada di pantai. Melihat orca adalah impianku sejak kecil. Sejak papa membelikanku kaset Free Willy yang menceritakan persahabatan antara anak manusia dengan seekor orca. Sebenarnya aku bisa saja memaksakan papa dan mama untuk melihat orca, tapi aku masih berfikir, papa-mama pasti terpukul jika aku mati setelah melihat orca. Ya..masih bisa hidup sampai sekarang saja sudah syukur. Tapi……aku tetap ingin melihat orca…. Dan aku akan terus berjuang untuk impianku!!! JJJ
Siang yang panas, aku dan Cecyl baru saja keluar dari gerbang sekolah tercinta. Kami menyempatkan diri untuk mampir ke mal terdekat. Hari ini rasanya penatku menumpuk. Dan aku tak ingin langsung pulang, karena jika aku sudah berada di rumah aku pasti tidak boleh keluar rumah. Kadang aku hanya boleh pergi bersama orangtuaku, padahal aku kan sudah kelas satu SMA. Aku dan Cecyl berhenti di KFC untuk makan siang. Kami memilih tempat duduk untuk berdua dan kami duduk berhadapan.“Atha,kau nekat juga ya untuk makan daging…” Cecyl membuyarkan lamunanku.“Cec..inikan hanya daging ayam. Dokter ga ngelarangku untuk makan daging kan? Mama saja yang terlalu berlebihan…” Cecyl hanya manggut-manggut mendengarkan jawabanku.“Kenapa dari tadi kamu bengong ?”“Aku masih berfikir apa mungkin aku bisa melihat orca?”“ Bisa! Kalau mama-papa kamu udah ngebolehin kamu pergi pantai”“Dan selamanya itu ga mungkin terjadi”“Kenapa sih kamu ga pernah berhenti berharap untuk melihat orca?”“Kamu kan tau,Cec, itu impianku sejak kecil. Lagian apa salahnya sih ngizinin aku liat orca walaupun cuma lima menit. Mereka kan janji mau bikin aku bahagia. Dan kalo itu bisa buat aku bahagia kenapa mereka masih ga mau ngabulin. Siapa tau setelah itu aku bisa sembuh.” ujarku panjang lebar.“Ya iya kalo nantinya kamu sembuh, tapi kalo kamunya makin sakit atau malah mati gimana?”sepertinya Cecyl tidak setuju dengan pendapatku.”Lagipula kamu masih bertahan sampai saat ini aja udah diusahakan dengan susah payah.”“Kok kamu ngomongnya mati sih…!!??” Drrreet!ddrrrtt!Handphoneku bergetar. Kulihat layar ponselku dan ternyata mamaku yang menelpon. Dan seperti perkiraanku, mama pasti menyuruhku pulang. Aku bilang aku sedang makan. Mamaku malah makin mengomel. Aku dibilang ga boleh makan daging, harus makan sayuran, tak boleh pergi ke mal dan masih banyak lagi. Aku memutuskan menyegerakan makanku dan segera pulang.JJJ Aku mengetuk pintu rumahku. Tak lama kemudian mama membukakan pintu untuk kami. Aku dan Cecyl hanya dapat tersenyum nakal melihat mama bertolak pinggang dengan mata melotot. Kami tahu mama tak akan memarahi kami secara berlebihan. Karena ia adalah mama terbaikku.“Sayang…kalian kemana saja? Mama khawatir pada kalian. Mama kan ga ngelarang kalian pergi, tapi lain kali harus pulang dulu atau beri tahu mama. Apalagi kamu Atha, lain kali jangan makan sembarangan..”mama memberi kami santapan siang yang cukup panjang. “Ya mamaku sayang..maafin kami ya,Ma. Lain kali kami ga akan ngulangin ini lagi. Janji,Ma..”tangan aku dan Cecyl sama-sama membentuk huruf V. mama hanya menggelengkan kepalanya. Dan mama menyuruh kami segera ke kamar untuk berganti pakaian. Kami segera membuka kamar kami. Dan terlihatlah suasana kamar kami yang bernuansa biru. Di langit-langit tergantung banyak bintang yang jika kamar kami digelapi, bintang tersebut akan menyala. Di dinding kamar kami tertempel poster Tim Inggris,Manhester United,AC Milan,El Real, dan C.Ronaldoku juga poster Tim Inggris,Chelsea,dan Joe Cole kesukaan Cecyl. Kasur kami berseprei biru dangan nuansa orca. Diatasnya tergeletak dua boneka orca besar. Di sudut kamar kami ada dua buah bola. Dan semua pernak pernik di kamar ini bernuansa orca dan bola. Di sekolah, aku dan Cecyl termasuk tim sepak bola putri. Kami selalu dipasang sebagai striker. Banyak kemenangan yang telah kami raih bersama. Aku adalah kapten kepercayaan pelatih kami. Namun itu dulu. Semenjak aku terkena penyakit jantung dan tidak boleh kelelahan, ban kapten diberikan pada Cecyl dan aku keluar dari tim. Aku sedih, tapi aku masih bisa melihat mereka latihan. Ah andai semua masih seperti dulu. Aku merebahkan tubuhku di kasur yang empuk ini. Memejamkan mata sejenak. Mengingat saat papa memberiku hadiah kaset Free Willy yang dibintangi oleh Jason James Richter. Mulai saat itu aku jadi menyukai orca dan ingin melihat orca. Ku buka mataku. Cecyl sudah merebahkan tubuhnya. Disamping kami tergeletak dua buak kotak hadiah. Mama dan papa selalu memberi hadiah kecil pada kami tiap minggu. Kami membukanya dengan tidak sabar.“AAAAAArrggghhh!!!” aku dan cecyl terkejut hingga terlonjak saat melihat isi kadonya.“Kau dapat apa?” tanya Cecyl padaku sambil menyembunyikan kadonya.“Aku dapat hiasan orca..Wah indahnya! Liat deh, lucu kan?” kataku pada Cecyl seraya menunjukan benda dari plastik yang di dalamnya ada air birunya dan ada dua ekor paus orca berenang-renang di atasnya yang ada digenggamanku. “bagaimana denganmu?” kini giliran aku yang penasaran dengan hadiah yang didapat Cecyl.“Aku dapat novel tentang bola yang sudah lama kucari” ia menunjukan novel itu padaku. Kami saling berpandangan. Lalu tersenyum bersama. Kemudian kami sama-sama terdiam dalam waktu yang cukup lama.“Atha, terimakasih banyak ya…” ujar Cecyl tiba-tiba. Aku mengerutkan dahiku, aku tak mengerti maksud Cecyl.“Terimakasih untuk apa? Kado itu kan dari mama, kenapa kau berterima kasih padaku?” aku bertanya balik padanya.“Ga cuma buat kado ini. Tapi atas semuanya…” aku makin tidak mengerti.“Maksudmu…”“Ya.. kau rela berbagi segalanya untukku. Mulai dari orang tua, kamar , dan semua yang sudah kau dan orang tuamu berikan kepadaku. Aku sangat berterima kasih,karena tanpa kalian….mungkin aku sudah menjadi upik abu di rumah nenekku yang sangat tidak mengharapkan adanya aku…” ucap Cecyl panjang lebar Benarkah? Benarkah yang kudengar barusan dari mulutnya? Aku rela berbagi untuknya? Oh, aku tidak pernah sama sekali berfikir kalau aku rela berbagi segalanya pada Cecyl. Benar, aku hanya merasa apa yang kurasa dan kudapat harus pula dirasa dan didapat oleh Cecyl, sahabatku. Aku hanya ingin jika aku bahagia iapun akan ikut bahagia. Karena dia adalah sahabatku,dan tepatny aku menganggapnya sebagai kakakku.“Hei..kenapa kau bicara seperti itu..kau seperti orang lain saja. Aku tak menganggap semua ini sebagai ‘sesuatu’ yang patut di-terimakasih-i. kau sudah kuanggap sebagai kakakku, jadi tak usah segan menganggap apa yang kumiliki adalah milikmu juga.” Balasku panjang. Dan kulihat mata Cecyl berkaca-kaca.“Kau rindu orangtuamu ya…” tanyaku pelan, seraya mengartikan tangisnya yang sangat mendadak. Cecyl mengangguk.“Ya, aku rindu mereka. Ah, seandainya mereka masih ada..kenapa mereka meninggalkanku begitu cepat dan tragis?” tangisnya tersedu sedu.“Sudahlah Cec, semua yang terjadi pasti ada baiknya. Mungkin saja kalau orangtuamu masih ada kamu ga bakal ada disini. Sudahlah jangan tangisi orang tuamu lagi, mereka bisa jadi tidak tenang. Lebih baik kau do’akan saja…” Cecyl mengangguk pelan menanggapi kata-kata ku.“Oh iya… bukankah besok kita akan ada tour ke pantai, lalu apa kau akan ikut?”“Aku.. aku.. maunya sih aku ikut. Tapi papa pasti ga ngizinin…” balasku. Kami terdiam dalam kebisuan. Kupejam mataku. Lama. Dan tanpa tersadar aku sudah terbang ke pantai impianku. Di sana penuh dengan orca yang lucu-lucu.JJJ Makan malam yang kutunggu telah tiba. Aku suka makan malam. Karena saat dinner anggota keluargaku semuanya berkumpul. Dan biasanya kami sekeluarga menceritakan kejadian-kejadian yang kami alami hari ini. Malam ini, meja makan kami penuh tawa. Tawa yang selama ini menemani hariku. Yang kian lama, kian membuatku takut. Takut ku tak lagi dapat mendengarnya, mengingat penyakit jantungku yang semakin parah. Apalagi tawa hari ini adalah ‘karya’ papaku. Papaku yang sangat lucu dan selalu menghiburku saat aku sedang rapuh. Aku jadi teringat akan tourku besok. Aku harus bertanya pada papaku mengenai ini. Dan aku berharap papa dengan senang hati membiarkanku pergi ke pantai. Akhirnya ku beranikan diriku untuk bertanya pada papa. Tapi sungguh di luar dugaan, papa yang biasanya tak pernah marah, tiba-tiba saja membentak.“TIDAK!!! Kamu ga boleh pergi ke pantai!” ujar papa sambil menggebrak meja.“Tenang, pa..” mama mencoba menenangkan papa.“Tapi ini kan tour sekolah papa, masa aku tidak ikut?” tak kusangka aku malah membalas ucapan papa.“Tentu saja!!! Tidak ikut juga tidak masalah kan? Papa bisa menelepon wali kelasmu dan mengatakan padanya bahwa kau tidak bisa ikut karena penyakit jantungmu!” balas papa.“Tapi aku ingin ikut, pa…” aku mulai meneteskan air mataku.“Biar sampai kau menangis darah papa tidak akan mengizinkanmu. Atha, sayangilah jantunmu, nak…” nada bicara papa mulai merendah.”Kalau kau pergi ke pantai, papa takut jantungmu kambuh lagi..” lanjut papa.“Tapi belum ada bukti kan? Lima tahun terakhir ini papa tak pernah mengajakku ke pantai. Jadi belum tentu kan aku akan sakit?” kataku masih membentak. Sinis.“Apa salahnya sih kita mencegah?” nada papa meninggi kembali. Ku lihat raut wajah Cecyl ketakutan. Tepatnya sangat ketakutan.“Sudahlah Atha.. besok aku juga tidak akan ikut pergi..”Cecyl mulai bersuara.“TIDAK!! Kau harus tetap ikut. Itu hakmu untuk ikut, Cecyl!” ucap papa.“Tapi, pa..”ucapan Cecyl di potong oleh mama.” Sudah Cecyl.. turuti saja papamu ini..” ujar mama. Wajah Cecyl dan mama tidak menentu. Perang antara aku dan papa semakin dingin. Perasaanku sangat terluka rasanya. Kenapa tidak ada yang bisa mengerti aku. Semua rasa berkecamuk di hatiku. Air mataku tak tahan lagi untuk ku pecahkan. Aku pun segera berlari meninggalkan meja makan. Meja makan yang baru saja menjadi tempat yang menyenangkan bagiku. Dan seketika berubah menjadi tempat paling menyebalkan. Aku keluar dari rumah mungilku menuju taman belakang rumahku yang luas. Ku berjalan diantara bunga-bunga yang yang menghiasi taman ini. Dan sampailah aku di batu-batuan yang merupakan tepi dari kolam ikan di hadapanku. Kududuk di salah satu batu disekitar kolam itu. Kupejamkan mataku. Mendengarkan alunan gemercik air mancur di tengah kolam. Berharap mememukan ketenangan di dalamya. Kutarik nafasku berulang kali. Kumerasakan adanya air hangat yang mengalir dari sudut mataku. Kubuka mataku dan kutatap bintang di langit…Bintang…tenangkan aku…Jikalau aku menatapmu.. kuharapkanKehangatan datang menyertaiku…Seperti alunan percikan air…memberi kedamaian di sudut hati…Seperti angin yang perlahan…Menhapus penAt di dadaku… Kenapa papa tak berfikir kalau ini untuk kebahagiaanku? Bagaimana jika ini menjadi permintaan terakhirku. Aku tak tahu sampai kapan aku bertahan hidup. Lagian apa susahnya sih ngasih aku izin untuk ke pantai. Padahal mereka tahu kalau tempat favoritku adalah pantai.“Atha…” ku dengar Cecyl memanggilku.“Maaf, Cec..aku butuh sendiri sekarang…” balasku singkat tanpa menoleh.“Ok! Ga masalah. Tapi kalau kau butuh aku…aku..selalu siap..”“Trims…” jawabku seraya menoleh ke arah Cecyl. Dan tersenyum. Semanis mungkin. Cecyl membalas senyumku. Lalu ia balik badan dan meninggalkanku kembali ke kesendirianku lagi. Ya, aku sedang butuh sendiri. Aku lagi tak ingin diganggu. Dan ku senang..sahabatku tak pernah meninggalkanku. Aaaoouuwh! Tiba-tiba dadaku terserang rasa sakit yang luar biasa. Aku harus segera ke kamar. Aku tahu, aku tidak boleh terkena angin malam. Aku berusaha untuk berdiri sambil memegang dadaku. Menahan sakit yang sudah lima tahun ini kuidap.JJJ Kulangkahkan kakiku di kamarku. Aku sempat melihat wajahku di cermin. O My God!! Aku sangat pucat. Wajahku seperti mayat. Aku duduk di meja riasku dan mengambil obatku. Aku berusaha meminumnya. Dan dengan masih menahan sakit, ku beranjak menuju kasur. Kulihat Cecyl sudah sangat pulas. Ku baringkan tubuhku perlahan dan ku pakai selimutku. Kusebarkan pandanganku keseluruh isi kamarku. Rupanya Cecyl sudah menyiapkan segala sesuatu yang akan dibawanya esok. Tak terasa, lagi-lagi airmataku turun tanpa diminta. Aku menahan sakitku. Ku mulai memejamkan mataku. Berusaha untuk tidur dan berharap esok masih bisa membuka mata. Aku berusaha untuk tidur..dan berusaha untuk bertahan hidup.JJJ Sekarang ku merasa lebih baik. Dan aku sangat bersyukur karena aku masih diberi kesempatan hidup. Aku memasuk-masukkan barang-barang yang akan kubawa ke pantai. Yeah! Aku telah memutuskan untuk tetap pergi. Biarpun aku dilarang papa, mama,dan…Cecyl. Akhirnya terjadilah perang mulut diantara kami“Kenapa sih, kamu nekat untuk pergi! Dengarkan donk, kata orangtuamu. Mereka tuh ngelarang kamu karena mereka sayang sama kamu. Supaya kamu tuh tetap sehat…”ujar Cecyl padaku.“Kamu kok bukannya dukung aku, malah ikut-ikutan ngelarangku. Kamu ga mau ya.. liat aku bahagia!” balasku.“Bukan masalah dukung-dukungan… tapi ini lebih baik buat kamu…”“TAPI…”“JANGAN TERIAK-TERIAK, ATHALIE…!!!”“ Biar saja! Papa udah berangkat kerja..mama lagi ke warung. Ga bakal ada yang dengerr ucapan kita..CECYLIA…!” ujarku sinis.“Kamu tuh sadar donk..muka kamu tuh pucat!! Tadi malam kamu kambuh lagi kan?? Aku liat kamu kesakitan..kamu pikir aku tidur kan? Padahal aku tau..AKU TAU..”“Kamu ga ngerti sih gimana rasanya jadi aku..mau apa aja dikekang. Kalo kamu mau apa aja pasti diturutin…”“Kamu salah,Atha…”“Udah!! Pokoknya aku bakal tetap pergi..” kataku keras kepala.“OK!! Terserah apa maumu. Aku ga peduli lagi. Walaupun nanti disana kamu kambuh lagi…AKU GAK PEDULI!!!” sepertinya Cecyl sudah menyerah menghadapiku yang keras kepala ini. Ia langsung keluar kamar dan membanting pintu.“Aku juga gak peduli. Emang begitu ber-ar-ti-kah kamu buat aku???” Aku tak peduli. Benar-benar tak peduli. Aku tak habis pikir, kenapa dia begitu melarangku. Jangan-jangan ada maunya lagi. Huh! Liat saja, aku gak akan rapuh tanpa dia… lama-lama aku jadi sebel sama dia. Sudah sekian lama kami bersahabat tanpa pertengkaran, akhirnya pertengkaran itu datang juga. Sebenarnya aku tak ingin bertengkar dengan Cecyl seperti tadi. Tapi…aku ini memang keras kepala. Apapun yang ku ingin harus kudapati. Aku pergi tanpa pamit orang tuaku (jelasnya sih kabur..). Soalnya kalo aku pakai izin..namanya bukan kabur. He he. Maksudku kalau aku pamit sama mama, itu sama saja bunuh diri. Aku gak bakal dibolehin pergi. Tadi aku keluar dari rumah lewat jendela kamarku. Lalu aku berjalan dari pintu taman belakang. Dan aku berhasil keluar dari rumah mungilku yang seketika menjelma menjadi penjara menyeramkan bagiku. Inilah pertama kalinya aku nekat kabur dari rumah. Sebelumnya aku tak pernah berbuat seperti ini. Yang terpenting sekarang aku bisa keluar rumah dan pergi ke pantai. Yoouuhoo!!! Hari indahku akan dimulai. Selamat mendapatkan kemerdekaan, ATHALIE!!! Selama perjalanan aku tak bicara sepatah katapun pada Cecyl. Begitupula dengannya, ia sama sekali tak ingin bicara padaku. Melempar senyum saja tak ada, apalagi bertegur sapa. Huh! Aku tak merasa bersalah sudah bertengkar dengannya. Akupun tidak duduk bersamanya di bus. Aduh, Atha, lebih baik kamu mikirin yang lain saja. Daripada mikirin si Cecyl yang nyebelin itu. Dan setelah berlama-lama di bus, akhirnya sampai juga di pantai. Aku langsung berlari keluar bus. Wah, indahnya! Angin pantai menerpa rambut ikalku hingga beterbangan. Sinar mentari ikut menyinari wajahku. Ada senyum bahagia di wajahku. Kebahagiaan yang sudah lama ini menghilang. Kebahagiaan saat ku melihat tempat favoritku…pantai. Aku sempat menoleh ke arah Cecyl. Ia sama sekali tidak peduli padaku. OK! Aku juga gak akan peduli padamu.. Rombongan sekolahku mulai berjalan ke tepi pantai. Aku masih tak bisa menahan senyum bahagiaku. Teman-temanku telah berganti pkaian untuk renang. Tapi aku tidak. Sudah datang ke pantai saja aku bahagia. Jadi aku tak perlu ‘bunuh diri’ dengan ikut berenang di pantai. Cecyl juga telah bersiap untuk berenang. Aku memilih duduk di batu di tepi pantai. Aku merasakan kakiku disambut air laut yang hangat. Aku melihat teman-temanku yang asyik bercengkrama dengan air laut. Rasa iri menyelimuti hatiku. Andai saja aku bisa seperti mereka. Ah, coba kalau di perairan laut Indonesia ada orcanya. Sayangnya tidak ada. By the way, aku sempat memergoki Cecyl sedang melihat ke arahku. Katanya tidak peduli, nyatanya masih juga memperhatikan aku. Ku balas ia dengan tatapan sinisku. Ia langsung menunduk dan melanjutkan aktivitasku. Ku pandangi laut lepas dihadapanku. Ku hirup banyak-banyak udara di pantai ini. Semoga saja ini bukan yang terakhir kalinya aku ke pantai. Aku mulai bisa melepas sedikit penatku. Rasanya tenang dan damai di hati. Angin pantai yang tlah lama kurindu…Segar terasa sekujur tubuh..Tak ada rasa ingin pergiMelepas kenikmatan yang lama dinanti..Angin pantai semakin besar seiring berjalannya sang waktu. Ada apa ini? Aku merasa tidak beres. Sepertinya akan terjadi sesuatu yang.. yang… Auuwh!!! Kenapa jantungku tiba-tiba sakit. Sakiiiiiiiittt sekali. Aku memegangi dadaku. Aku berusaha berdiri sekuat tenaga. Tapi tak bisa. Pandanganku mulai buram. Aku benar-benar tak kuasa menahan sakitnya. Sepintas ku lihat seseorang mendekatiku. Mengguncang-guncangkan tubuhku. Dan membiarkan kepalaku bersandar di dadanya. Gelap. Semuanya gelap. Sempat kudengar ia bereriak kata ‘tolong’. Lalu aku tak tahu apa-apa lagi…JJJAku berusaha membuka mataku. Bersamaan dengan aku berusaha menahan sakitku untuk tetap hidup. Dengan sedikit buram, ku lihat sekitar lima orang berada di sekitarku. Ku buka lagi mataku secara jelas. Dan terlihat semua. Rupanya mereka adalah seorang dokter, perawat papa,mama, dan…Cecyl. Ya, Cecyl. Ia menangis..menangis tak kalah kejar sepeti mama. Aku tak menyangka ia berada di sampingku. Menangis untukku, bahkan memegangi tanganku yang tak berdaya ini.Mataku terpejam sebentar. Menahan skit yang menyerang jantungku. Kubuka kenbali mataku. “Nak..kau sudah sadar, sayang..”ujar mama tak kuasa menahan pecahan tangisnya. Aku ingin bicara, tetapi suaraku tidak keluar. Mama maafkan aku…jangan menangis, mama. Aku menyesal telah kabur dari rumah. Mengapa mama masih menangisi aku yang sudah tidak patuh padanya. Aku jadi merasa bersalah. Pandanganku berpindah ke papa. Ku tembus matanya dan ada kepedihan di dalamnya. Mataku kini beralih ke Cecyl yang matanya sudah tak sanggup membendung tangis. Tertegun aku melihat pemandangan seperti ini. Tak ku sangka, mereka yang sudah kusakiti, masih merelakan air matanya untukku. Mereka menyayangiku. Bahkan sangat menyayangiku. Aku jadi tak dapat berkata apa-apa. Mulutku seakan terkunci. Dan yang kurasakan hanya air mata yang dapat kukeluarkan dari sudut mataku. Dari hatiku yang paling dalam.“Sayang… maafkan papa karena tidak mengizinkamu pergi. Tapi semua papa lakukan supaya hal ini tidak terjadi, tapi rupanya Tuhan telah berkehendak lain. Dan Dia punya cara untuk menimbulkan penyakit ini…” ujar papa bijaksana. Ku lihat mata papa berkaca-kaca, tangiskupun tumpah kembali.“Jangan menangis, Atha…” Cecyl menghapus air mataku. “Maaf ya… tadi aku malah membiarkanmu sendiri..harusnya aku tahu, kamu bisa sakit kalau kena angin besar. Aku tuh bego banget sih.. bego banget..bener-bener bego…” ia memukul-mukul kepalanya. Dengan sangat perlahan, ku gelengkan kepalaku supaya Cecyl tidak terus-terusan memukul kepalanya. Aku mencoba membuka mulutku. Walau berat, aku harus terus berusaha. Karena aku harus minta maaf pada mereka. Mama seolah tahu aku ingin bicara. Ia mendekatkan telinganya di smping mulutku. Dan aku masih berusaha untuk bicara. “Pa-pa….ma-ma….Cec…. ma-ma-afkan….a-ku… ya…” akhirnya aku berhasil juga mengatakannya dengan susah payah. Papa menggelengkan kepalanya. Sepertinya, ia tidak yega melihat keadaanku yang seperti ini. “Tuan Ridgley, bisakah kita bicara sebentar di luar. Karena ada yang harus saya sampaikan pada Tuan.” Kata dokter yang merawatku. Papa melirik ke arah mama. Ia meminta persetujuan mama. Firasatku mengatakan bahwa dokter itu akan memberi tahu papa mengenai penyakitku yang makin parah…mungkin. Kemudian mama menganggukan kepalanya. Papapun keluar bersama dokter itu. Yang sekarang kulakukan adalah harus mendengarkan yang dibicarakan dokter pada papa. Mungkin dokter itu berusaha bicara seminimal mungkin. Namun entah mengapa suaranya masih bisa kudengar. Aku dengar dokter mengatakan kalau aku makin sulit bertahan. Penyakitku akan sering kambuh. Dan satu-satunya cara menyembuhkannya hanya dengan operasi di Jerman. Jika operasiku berhasil, aku akan sembuh walau kemungkinan sembuhnya sangat minim. Tapi jika tidak berhasil, aku akan mati. Ya ampun, mengapa semua jadi seperti ini. Aku tidak mau dioperasi. Apalagi harus di Jerman. Orang tuaku pasti harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Belum lagi kemungkinanku sembuh sangat minim. Dari pada orang tuaku mengeluarkan uang tapi aku mati, lebih baik aku menunggu waktu matiku. Dan aku akan mati secara perlahan. “Cec…” panggilku. Cecyl dengan segera mendekatiku. Wajahnya menampakan kalau dia sudah siap mendengar apa yang akan ku ucapkan. “Maafin aku ya…seandainya aku dengerin omongan kamu…mungkin ini ga akan terjadi…” ucapku pelan. “Tha…seperti yang papa kamu bilang. Penyakitmu kambuh sekarang memang kehendak Tuhan. Tapi… menurutku sedikit dari penyebab kambuhnya jantungmu…adalah akibat karena kamu melanggar orang tuamu. Tapi sudahlah,jangan kau pikirkan lagi…” Jawab Cecyl dengan tersenyum tipis. “Cec.. kapan ya aku bisa pulang. Aku sudah rindu rumah…”kataku manja. “Ya ampun, Atha… jangan pikirkan pulang dulu.. yang penting kau sembuh…nanti juga ada waktunya kau akan pulang…” Cecyl pura-pura marah.JJJ Seminggu di rumah sakit membuatku sangat bosan. Aku sudah rindu dengan keadaan di sekolahku. Dan tak lama kemudian orang tuaku datang untuk menjemputku. Huh…akhirnya aku keluar juga dari rumah sakit yang membosankan itu. Sesampainya di rumah, orang tuaku dan Cecyl duduk di ruang keluarga. Akupun ikut duduk di kursi sebelah mamaku. Sepertinya akan ada pembicaraan serius diantara kami. Pertama papa yang memulai pembicaraannya mengenai masalah penyakit yang kuidap. Aku mendengarkannya dengan malas. Aku sudah bosan dengan segala petuah dari papa dan dokter yang sudah sangat di luar kepalaku. Seperti harus menjaga mkananku, aku tidak boleh kelelahan atau sebagainya. Sepertinya papa melihat kebosananku mendengarkan kata-katanya. Ia pun langsung membicarakan tujuan bicaranya. Papa bilang penyakitku ini bisa sembuh dengan operasi ke Jerman. Dan…tunggu dulu! Papa bilang aku akan dibawa ke Jerman? Aku tidak mau!!! “Aku ga mau operasi,Pa..apalagi harus ke Jerman. AKU GA MAU!!!” selaku di tengah pembicaraan papa. “Atha kau tidak perlu khawatir. Papa punya uang yang cukup untuk biaya operasinya…” jawab papa. “Aku ga peduli uang papa… tapi aku dengar dokter itu bilang ‘kalo berhasil aku akan sembuh’. Tapi kalo tidak berhasil…aku kan bisa mati… apalagi katanya kemungkinan sembuhnya sangat minim. Apa yang bisa ku harapkan,Pa…” aku menahan air mataku yang mulai membendung. “Tha… walau kemungkinan hidupnya kecil… yang penting kan masih ada harapan untuk sembuh…” Cecyl angkat bicara. “Benar, Tha… kamu seharusnya tau. Kami melakukan ini semua untuk kebaikanmu juga… karena kami sayang padamu..” mama ikut bicara” “Sudahlah aku lebih baik mati perlahan…” ujarku. Aku langsung pergi dan segera naik tangga menuju kamarku. Mereka tidak mencegahku seperti biasanya ketika aku sedang mengambek. Sepertinya mereka sudah lelah untuk mebujukku. Karena biasanya jika aku sudah mengambil keputusan, aku tak akan mengubahnya. Ku buka pintu kamarku. Dan aku melihat segala isi kamarku yang telah lama kutinggalkan dan sangat ku rindukan. Aku berlari menuju kasurku. Lalu ku rebahkan tubuhku yang lelah ini di kasur yang empuk ini. Ku ambil boneka orcaku. Ku pandangi dan aku menggumam dalam hatiku. Aku ga akan nyerah untuk bisa bertemu denganmu… ‘Aku kesal sekali hari ini. Hanya beberapa saat saja aku merasa bahagia karena aku pulang dari rumah sakit. Selebihnya aku kesal lagi. Kau tau, aku tidak ingin di operasi. Aku takut…nanti kalau dioperasi ternyata aqku mati…orang tuaku pasti akan kecewa. Dan aku ga mau itu terjadi. Jadi, lebih baik aku mati perlahan saja kan…? aku ga akan ngecewain siapapun…’ Begitulah kira-kira curhatanku pada boneka orca yang ada dalam pelukanku. Terkadang aku butuh sesuatu yang hanya menemaniku curhat tanpa memberikan komentar apapun. Dan ku rasa boneka orcaku angatlah tepat.JJJ Malam ini seperti biasanya, sebelum tidur aku dan Cecyl bicara mengenai hal-hal menarik yang terjdi. Hmmm…oh iya, aku ingat. Tak lama lagi World Cup 2006 kan akan segera dimulai. “Cec… sebentar lagi kan World Cup 2006 akan dimulai kan? Wah, asyik banget. Pokoknya negara kita pasti menang…”kataku. “Iya benar.. apalagi ada Joe Cole nya. Tahun ini turnamennya di Jerman kan? Duuh.. seandainya aku bisa nonton. Itu kan impianku dari kecil…”balas Cecyl. “Ya..seandainya kita bisa lihat pembukaannya yang meriah itu.” Ya…aku tau, sejak dulu Cecil ingin sekali menonton turnamen sepak bola terbesar di dunia itu. Kalau dipikir- pikir aku juga mau melihatnya. “Tha… mungkin ga ya…Inggris tahun ini menjadi juara? Aku ingiiiiin sekali melihat negara kita menjadi juara..” “Tentu saja bisa. Semua kan bisa saja terjadi… ya.. semoga saja tahun ini Beckham bisa membawa inggris menuju final..”JJJ Di sekolah… Aku berlari- lari karena dikejar oleh Fred, temanku. Tadi aku mengambil es krim dari tangannya. Dan ia kini mengejarku. Di sekolah aku memang terkenal jahil sekali. Aku suka sekali mengerjai orang. Apalagi Fred, dia lucu. Aku benar- benar lupa kalau aku tidak boleh terlalu sering berlari. Arahku kini menuju kelas. Langkahku mulai pelan saat ku rasakan di jantungku seperti ditusuk duri. Aku duduk di bangku yang ada di dekatku. Tanganku segera memegang dadaku untuk menahan sakit. Fred kini sudah ada di hadapanku. Ia terlihat heran dengan perubahan wajahku. Pandanganku mulai buram. Aku tidak dapat melihat dengan jelas. Yang kubutuhkan adalah Cecyl. Karena hanya dia yang mengerti mengenai penyakitku ini di antara teman- teman sekolahku. Yang mereka tahu hanyalah aku punya penyakit jantung dan mereka tidak tahu harus membagaimanakan aku. “Tha.. wajahmu pucat sekali. Apa.. jantungmu kambuh lagi..” tanya Fred padaku. Oh Tuhan, dadaku sesak. Aku harus panggil Cecyl. “Pa..pa..nggil… Ce..cyl.. ce..ce..pppattt” ucapku susah payah. Fred mengangguk cepat, berarti ia sudah mengerti. “Teman- teman… cepat panggilkan Cecyl.. Atha jantungnya kambuh. Cepat!!!” teriak Fred kepada teman- teman. Tak butuh waktu yang lama untuk menunggu Cecyl. Cecyl berlari tergesa- gesa. Ia menuju ke arahku. Ia memegang tubuhku. Aku tak bisa lama- lama memandangnya. Aku sudah tidak kuat. Entahlah apa nantinya aku masih bisa membuka mata atau tidak. Gelap…JJJ Sinar lampu kamar menembus mataku yang terpejam. Aku membuka mataku perlahan. Tak kusangka mataku masih bisa terbuka. Ku lihat mama dan Cecyl tertidur di sisi kanan-kiriku. Serta papa tertidur di kursi dekat ranjangku. Aku mencoba menegakan tubuhku. Lalu ku pandangi orang- orang di sekitarku. Mereka pasti amat menyayangiku hingga mereka rela bermalam di rumah sakit hanya demi aku. Aku mulai berfikir. Sudah berkali- kali penyakitku ini kambuh secara tiba-tiba. Tapi hingga saat ini aku masih bertahan. Tepatnya hidup. Kadang aku berfikir kenapa aku masih juga hidup. Kenapa Tuhan tak mengambil nyawaku saja. Tapi aku yakin Tuhan sangat menyayangiku. Makanya ia memberi penyakit ini padaku. Jadi setiap aku sakit pasti aku ingat padaNya. Lagipula aku tahu Dia pasti memberi cobaan padaku sesuai dengan kemampuanku. Buktinya hingga saat ini aku masih hidup. Berarti aku masih kuat. Tapi kadang aku ingin mati saja karena penyakitku ini seperti tak ada ujungnya. Aku tidak tahu apa rencana Tuhan di balik semua ini. Tapi aku tetap tidak mau di operasi. Pokoknya kalau aku akan mati, ya pasti nanti aku mati. Tapi kalau aku hidup, pasti akan ada keajaiban yang membuatku hidup. Karena aku sadar saat malam hari…lebih baik aku tidur lagi saja.JJJ Seberkas cahaya menusuk mataku. Ku buka mataku. Dan kali ini yang ku lihat adalah cahaya matahari yang menembus jendela kamarku. Jam dinding di hadapanku menunjukan pukul delapan. Ku pikir orang tuaku dan Cecyl pasti sedang makan pagi. Aku menegakkan tubuhku dan bersandar di bantal. Tiba- tiba ku dengar ada suara orang membuka pintu. Ternyata itu Cecyl. Ia terkejut melihatku sudah sadar. Segera ia berlari ke arahku. Ia tersenyum bahagia. “Ya ampun Atha, kau sudah sadar rupanya.. kapan kau sadar?” tanyanya. Matanya menunjukkan kebahagiaan. “Dari tadi malam sebenarnya aku sudah sadar. Tapi kalian semua tidur. Jadi aku juga tidur..” jawabku. “Kok ngga bangunin aku sih..” balasnya. “Mana tega aku bangunin kamu yang tidurnya pulas sekali..” kami tertawa bersama. “O iya Cec, aku lapar nih..”kataku. “Oiya aku lupa, kamu kan belum makan apa-apa. Aku keluar dulu ya.. kasih tahu mama, papa, dan suster..daaah”ia langsung meninggalkanku. Dan tak lama ia datang lagi bersama suster yang membawakan makanan untukku. Suster itu tersenyum padaku sambil menaruh makanan dan obat di dekatku. Lalu ia pergi lagi. Dan sekarang tinggal Cecyl yang menyuapiku. “Mama papaku kau simpan dimana?” tanyaku. “Di kantongku..” jawabnya enteng. “Bisa kembalikan sekarang..” kami tertawa. “Mama papamu masih di kantin. Tau gak kamu tuh pingsannya lama banget..” “Masa? Emangnya berapa lama, perasaanku hanya semalam saja..” aku jadi penasaran, selama apa aku tak sadarkan diri. “Kau tidak sadar lima hari..” jawaban yang membuatku tak percaya. “Ha..ha..ha.. kau ini..pasti bohong kan?” tanyaku memastikan. Ku tak yakin dengan jawaban Cecyl. “Emangnya aku punya tampang pembohong. Lagian kapan sih aku pernah bohong padamu?” Cecyl setengah ngambek. “Cec, makasih ya… kau tau apa yang kurasakan saat ini?” “Apa? Yang ku tahu, kau terlihat sangat pucat. Tak beda seperti saat kau masih tidak sadar. Apa rasanya masih sakit?” tanyanya seraya memandangku penasaran. Aku hanya tersenyum tipis padanya. Aku yakin ia tak tahu rasanya. Saat ini hanya aku yang tahu bagaimana rasanya sakit di jantung. Bibirku masih kucoba untuk tetap tersenyum, walau sebenarnya aku masih menahan rasa sakit yang sangat menyerang. Mungkin ia menyangka rasa sakit itu telah hilang. Padahal rasa sakitnya tak jauh berbeda seperti saat aku pingsan. “Ya… sakit…rasanya sakit sekali…” kataku pelan. Dan tak kusangka air mataku menetes. Aku terdiam. Membiarkan air dari sudut mataku mengalir deras. Membiarkan tubuhku mengekspresikan rasa sakit yang menyerangku. Cecyl terlihat bingung. Matanya berkaca-kaca. Ia seperti ingin melakukan sesuatu. Tapi ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Akhirnya iapun menangis. “Apa yang harus ku lakukan untukmu?” hanya itulah kata-kata yang mampu ia ucapkan. Aku masih terdiam. Segera ku hapus air mataku dan memandangnya dengan senyuman. “Sudahlah. Tak ada yang bisa kita lakukan. Tolong jangan bilang papa-mama tentang masalah ini… aku tak ingin melihat mereka sedih terus- menerus.” Ku harap kata- kataku dapat menenangkannya. Papa dan mamaku masuk kamar dan terkejut melihat aku sudah sadar. Mereka segera berhamburan ke arahku. Aku tersenyum lebar menyambut mereka. Cecyl menyembunyikan air matanya agar tak di ketahui mama-papa. Tapi air matanya masih bisa diketahui mama. “Kau tak apa-apa Cec?” tanya mama lembut. “Ya… aku hanya bahagia Atha sudah sadar.” Ia tersenyum. Aku harus mengalihkan pembicaraan supaya tak membahas air mata Cecyl lagi. “O.. jadi kau belum beri tahu papa-mamaku?” tanyaku pura- pura marah. Orang tuaku tersenyum. Aku bahagia mereka tersenyum. Hhhh, semoga saja aku cepat sembuh.JJJSatu setengah bulan kemudian… Sudah enam minggu aku ada di rumah sakit. Keadaanku tak juga membaik. Yang ada malah makin buruk. Beberapa kali aku tak sadarkan diri. Aku pernah dengar, dokter mengatakan keadaanku makin kritis. Kalau tidak segera di operasi, aku bisa mati. Tapi aku masih percaya akan ada keajaiban jika aku memang ditakdirkan hidup. Namun jika keajaiban itu tak kunjung datang, berarti memang aku ditakdirkan untuk mati. Yang membuatku bingung, kenapa sampai saat ini keajaiban itu tak datang-datang? Padahal aku sudah sangat parah. Aku bingung harus bilang apa pada orang tuaku karena mereka terus memaksakanku untuk dioperasi. Aku sudah bilang tidak mau. Tapi mereka memaksa. Aku tak ingin melihat orang tuaku sedih seperti ini. Kerjapun mereka jadi tidak konsentrasi. Uang pun sudah banyak dikeluarkan. Tapi apa hasilnya? Aku belum juga berubah. Masih sama seperti dulu. Mungkin sebaiknya aku minta pulang saja. “Cec, mana mama?” tanyaku pada Cecyl yang duduk di sampingku. Ia menatapku iba. Huh, aku tidak suka keadaan seperti ini. Cecyl setiap hari selalu menjagaku. Sepulangnya dari sekolah ia langsung ke rumah sakit untuk menjengukku. Tapi sekarang ia benar-benar selalu di sampingku karena sekulah sudah libur. Minggu kemarin teman-teman sekolahku bergantian menjengukku. Aku senang karena ternyata teman-temanku peduli padaku. Dan yang paling menyedihkan, aku ikut ujian nasional di rumah sakit dalam keadaan terbaring seperti ini. Aku tidak ingin ikut susulan karena aku tak yakin sudah sembuh saat ujian susulan. Jadi kupikir lebih baik aku ujian dalam waktu yang sama dengan yang lain. Dan sudah di pastikan aku tidak belajar. Tapi Tuhan memang Maha Penyayang dan Maha Kuasa. Saat aku tidur, dalam mimpiku seolah aku ini sedang belajar. Dan ketika pengawas datang ke kamarku memberikan soal, aku tidak sulit untuk mengerjakannya. Aku sangat bersyukur karena semua urusan di sekolahku mengenai kelulusanku mendapat banyak kemudahan. Tak ada yang keberatan jika aku mengerjakan semua ujianku di rumah sakit. Tuhan memang yangpaling baik. Dan kini, aku hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusanku. “Mama belum pulang, Tha. Mama sedang mencari makan.” Jawab Cecyl. Aku mengangguk. “Tha… piala dunia kan sudah sebentar lagi. Aku pengiiiiiin banget bisa melihatnya.” Kata Cecyl dengan mata menerawang ke atas. Sepertinya ia sangat berharap bisa melihat turnamen bola sedunia itu. “Cec, maaf ya… gara-gara aku sakit liburan kita untuk melihat World Cup jadi batal..” aku tahu bagaimana perasaannya. Dan aku merasa tidak enak padanya. “Kenapa harus minta maaf, siapa bilang tidak jadi. Semua masih mungkin terjadi. Aku yakin kita masih punya kesempatan untuk lihat piala dunia.” Jawab Cecyl mantap. “Tapi dalam keadaanku yang seperti ini…” aku masih tak mengerti ucapan Cecyl. Tapi ia menyela ucapanku seolah ia tahu apa yang ada dalam pikiranku. “Kesempatan itu tak harus sekarang kan? Mungkin suatu saat nanti.” Ia tersenyum. “Tapi aku kan tak tahu sampai kapan umurku…” balasku tak yakin. “Tha… masih ada harapan untuk sebuah impian. Dan harapan itu harus kita kejar. Membuat harapan itu menjadi sebuah kenyataan. Dan merubahnya menjadi kenyataan adalah dengan berusaha. Tapi, kadang harapan itu tak selalu dibutuhkan. Asal kita berusaha, impian masih bisa kita kejar.” Tak kusangka Cecyl bicara seperti itu.Walau aku masih tak mengerti apa maksud kata-katanya yang terakhir. Kami tertawa bersama. Sejenak ku renungkan kata-kata Cecyl. Mungkin memang ada benarnya. Untuk sebuah impian memang perlu usaha. Tapi kalau tak ada harapan…sepertinya usaha itu akan sia-sia. Impianku saat ini adalah tetap hidup. Usaha yang bisa dilakukan hanya dengan operasi. Tapi harapanku sangat kecil. Dan pasti usaha itu akan sia-sia. Huh, kalau begitu lebih baik tidak usah dioperasi. Papa mama masuk kamar tiba-tiba. Wajah mereka terlihat gembira dan bersemangat. Jarang sekali aku melihat mereka yang seperti ini. Tapi aku senang melihatnya. Aku harap ada kabar baik yang akan meluncur dari mulut mereka. “Sayang, kata dokter keadaanmu sekarang sedikit membaik. Papa senang mendengarnya.” Ujar papa. Aku senang. Walau hanya sedikit perubahanku, mereka tetap bahagia. “Kau ingin pulang, sayang?” kini giliran mama. Dan itu membuatku terkejut sampai mulutku menganga. Mama dan papa mengangguk kompak. Itu tandanya mereka serius. Kini aku yang mengangguk penuh senyum. Cecyl pun ikut tersenyum. “Kalau sampai malam keadaanmu masih seperti ini dan terus membaik, besok kita pulang. Pulang ke Inggris!”ucap papa yakin. “Ke Inggris?” aku masih tak percaya dengan apa yang kudengar. Ini seperti mimpi. Mama,papa, dan Cecyl memelukku seketika. Kami tertawa bahagia bersama. Ada air mata bahagia yang mengalir dari sudut mataku. Hingga malam, aku masih belum bisa tidur karena memikirkan hari esok. Besok aku akan kembali ke Inggris. Aku hampir tak percaya semua ini. Aku benar-benar bahagia. Ku cubit lenganku untuk meyakinkanku kalau ini bukan mimipi. Dan terasa sakit. Berarti ini nyata. Aku tak sedang mimipi. Aku jadi senyum-senyum sendiri saking senangnya. Mungkin kalau ada orang yang melihatku seperti ini ia akan berpikir aku lebih pantas kalau aku berada di rumah sakit jiwa. He..he.. sudah ah, lebih baik aku tidur supaya cepat besok.JJJ Dengan kondisi kesehatanku yang amat lemah, dua hari yang lalu keluargaku berangkat ke Inggris. Sebenarnya aku memang diizinkan pulang, tetapi ke rumahku di Indonesia. Namun papa ada kepentingan di Inggris sehingga papa harus kembali ke Inggris. Dan papa berharap dengan dibawanya pulang keadaanku akan lebih baik. Apalagi keadaanku sempat membaik sebelum berangkat ke Inggris . Sayangnya semua terjadi tak begitu sesuai dengan harapan. Aku hanya bertahan tinggal sehari di rumah. Dan setelah itu aku harus kembali masuk rumah sakit di Newport. Cukup jauh dari rumahku di Manchester. Dengan sangat terpaksa aku harus kembali menghirup aroma khas rumah sakit. Keadaanku saat ini kembali memburuk. Bahkan yang kurasa ini lebih buruk dari sewaktu aku masih di Jakarta. Untungnya jantungku kambuh setelah aku sampai di rumah. Aku tak membayangkan kalau aku kambuh di pesawat. Saat hari-hari berlalu, berganti dan kian cerah, keadanku tak juga berubah. Aku sampai tak mampu menghitung sudah berapa lama aku terbaring di rumah sakit ini. Tapi yang jelas, ini sudah sangat lama. Sempat ku hitung berapa kali aku koma. Mungkin sudah empat kali aku mengalami koma. Aku sangat bosan di dalam sini. Setiap hari kerjaanku monoton. Hanya makan, minum obat, lalu tidur. Aku ingin menghirup udara segar. Tapi aku tak akan diizinkan keluar. Karena di luar banyak angin. Aku bahagia punya keluarga dan sahabat yang sangat menyayangiku dan memperhatikanku. Mama tak pernah lelah menjagaku. Papa selalu meluangkan waktu untuk ada di sampingku. Walau pekerjaannya sangat menumpuk. Dan Cecyl, tak pernah meninggalkanku sendiri. Aku bangga memiliki sahabat sepertinya. Hari ini aku meminta Cecyl untuk jalan-jalan keluar. Cecyl tak masalah dengan permintaanku. Ia tahu pasti tidak enak rasanya selalu ada di dalam kamar tanpa menghirup udara segar. Tapi, masalahnya apa aku di bolehkan. Setelah ia bertanya pada orang tuaku, ia bilang aku tak boleh keluar. Aku kecewa mendengarnya. Mamaku dan seorang dokter masuk kamarku kemudian. “Bagaimana keadaannya, Dok?” tanya mama pada dokter setelah ia memeriksa. Dokter hanya menggeleng pelan. Aku mengerti, berarti tidak ada perubahan dengan kondisiku. “Kau harus banyak istirahat lagi, Athalie..” kata dokter itu. “Boleh aku jalan-jalan keluar, Dok? Sebentar saja..ini kan masih pagi… boleh ya… please…” kataku penuh harap. “Baiklah. Tak apa. Tapi kau harus naik kursi roda… dan ingat, jangan lama-lama!” balas dokter itu. Aku senang mendengarnya. “Apa tidak bahaya?” sepertinya mama masih ragu dengan keputusan dokter. “Atha juga butuh udara segar selain istirahat.” “Ma, biar aku yang mengantarnya ya…” Cecyl menawarkan diri dengan segera. Mama pun tidak menolak. Karena mama kelihatan sangat kelelahan. Seorang suster datang dengan membawa kursi roda untukku. Cecyl membantuku bangun dan memakaikanku jaket. Suster itu membantuku untuk berdiri dan duduk di kursi roda. Mama menaruh selimut tebal di atas kakiku. Tanganku meraih hiasan plastik berisi orca yang di berikan mama padaku tempo hari. Aku memeluknya. Aku senang dan tak sabar ingin segera melihat keindahan alam. Karena sudah berhari-hari aku tak melihatnya. Cecyl mendorong kursi rodaku keluar bangsal tempatku terbaring. Ia segera membawaku keluar rumah sakit. Dan kini terlihat taman rumah sakit yang sangat luas dan indah. Tanaman hijau dan bunga-binga indah segera menjadi pemandangan terindah di mataku. Aku hampir menangis saking bahagianya kalau aku tak ingat aku tidak boleh terlalu terbawa perasaan. Aku menghirup udara segar yang selama ini ku rindikan. Ku hirup dalam-dalam dan berkali-kali. Aku takut tak dapat menikmatinya lagi. Lalu ku lihat semua pemandangan indah di sekitarku. Aku mendengar kicauan burung yang sangat merdu. Cecyl memberhentikan langkahnya. Ia memetik setangkai bunga dan di berikannya padaku. Aku mengambilnya dengan sangat gemetaran. “Atha, sekarang sedang musim semi. Jadi banyak bunga yang sedang tumbuh dengan indah.” Jelasnya. “Kau senang?” lanjutnya. Aku hanya mampu tersenyum menanggapinya. Ia mengerti arti senyumku. Ia juga senang melihatku yang tersenyum tanpa sanggup mengeluarkan kata-kata. Ku pandangi bunga berwarna merah muda yang diberi Cecyl padaku. Aku baru ingat kalau sekarang sedang musim semi. Dan tak lama lagi musim panas tiba. “Cec, ini seperti mimpi bagiku. Aku senag sekali hari ini.” Kataku. Tunggu dulu! Aku merasakan aura yang berbeda. Aura yang sangat ku kenal dan sangat dekat denagnku. Dan aroma yang selalu membuatku bahagia. Aku tahu aku sangat merindukan tempat yang mempunyai aroma seperti ini. Tapi aroma ini juga yang mengingatkanku pada awal kukenal dengan penyakitku ini. Pantai Ya, pantai Aku ingat sekarang. Aroma ini milik sebuah tempat yang bernama pantai. Aku sangat yakin ini adalah aroma pantai. Tapi mungkinkah ada pantai di dekat sini? Aku tidak tahu. “Cec, aku menciun bau air laut. Apa tempat ini dekat dengan pantai?” tanyaku pada Cecyl. Karena aku sangat penasaran. “Mungkin saja. Tapi aku tidak tahu.” Jawabnya tak yakin. Aku harap ini benar-benar bau pantai. Kuangkat hiasan plastikku dan ku pandangi orca di dalamnya. Hei orca, apa kabarmu? Aku harap kau tidak sepertiku. Aku masih tidak akan menyerah untuk melihatmu. Aku harus bisa melihatmu sebelum aku mati. Tapi entah kapan itu terjadi. Dan aku akan berusaha untuk bisa melihatmu, memyentuhmu… BRUK!!!PYARRR!!! Ada seseorang menubrukku. Dan … or..orcaku..orcaku pecah. Aku merasakan air hangat dari sudut mataku. Tak mungkin. Orca kesayanganku.. orca dari mamaku…perasaanku hancur seketika. Hatiku bagai ikut pecah berkeping-keping. Rasanya aku ingin marah saja kalau aku tidak ingat kata dokter aku tidak boleh terlalu terbawa perasaan. Jadi kucoba bersabar tanpa marah. Dan aku hanya mampu menunduk terdiam seraya menahan rasa sakit di dadaku yang mulai menyerang. Dan sepertinya Cecyl menyadarinya. Segera saja ia memarahi si penabrak. “Hei, kau ini punya mata tidak, sih?”Cecyl mulai marah. Ia memang paling tidak suka kalau orang yang ia sayang disakiti. “Aku minta maaf, aku tidak sengaja. Kau kan lihat tadi aku berjalan mundur dan arahku berlawanan dengan kalian. Jadi wajar ‘kan kalau aku tidak melihat kalian.” Balas orang itu. Sepertinya ia laki-laki. “Ya…tapi kau telah merusak barang yang paling dicintainya, barang penyemangatnya, dan barang itu dari mamanya.” Cecyl makin kesal. “Lalu aku harus bagaimana? Menggantinya?” laki-laki itu membalasnya tak kalah kasar. Aku tidak kuat mendengar pertengkaran. Aku masih menunduk. Dan sempat ku lihat, celana laki-laki itu sama sepertiku. Ya, ia mengenakan pakaian rumah sakit. Itu tandanya ia juga sedang dirawat di sini. Berarti ia pun sedang sakit, sama sepertiku. Aku harus hentikan pertengkaran ini. Aku tak bisa biarkan orang sakit, terlibat pertengkaran. Karena aku tahu rasanya, orang sakit sangat sensitif. Emosinya bisa meningkat drastis, dan itu membahayakannya. Ku raih tangan Cecyl perlahan. Cecyl lalu menundukkan badannya mendekati wajahku. Ia mengerti, aku ingin bicara padanya. “Hen..ti..kan..Cec..ia..se..dang…sakit se..per..ti..ku!” kataku dengan susah payah. “Tha, kau tidak papa? Kenapa bicaramu terbata-bata..?” Cecyl menyadari perubahan cara bicaraku. Aku hanya menggeleng. “Kau jangan bohong..” ia masih tak percaya. Aku segera mengangguk untuk meyakinkannya. “Baiklah. Tapi,Tha, ia sudah memecahkan barang itu…” Cecyl masih tidak terima. “A..ku..tau..ta..pi..a..pa..kau..te..ga..ji..ka..a..ku..di..ma..ra..hi..da..lam..ke..a..da..an... se..per..ti..i..ni..”kini Cecyl terdiam. Kuharap ia mengerti dengan apa yang ku katakan. Lalu ia mengangguk. Berarti ia sudah setuju dengan pendapatku. Inilah salah satu hal yang membuatku senang bersahabat dengannya, ia tidak keras kepala sepertiku. Kalau ia juga keras kepala, mungkin yang terjadi bukan saja ia bertengkar dengan yang menabrakku, tetapi juga denganku. Aku menegakkan kepalaku yang sedari tadi menunduk. Matakupun melihat lelaki yang menabrakku itu. Sangkaanku tak salah. Ia pasien yang sama-sama dirawat di rumah sakit ini. Ia terlihat pucat. Dari sorot matanya aku tahu ia menahan sakit yang dideritanya. “Ya sudahlah kita lupakan saja masalah ini.” Kata Cecyl akhirnya. Lelaki itu mengangguk mendengar ucapan Cecyl. Kurasa ia juga tak berminat melanjutkan pertengkaran ini. Tiba-tiba saja senyum lelaki itu mengembang. Dan aku sadar, ternyata ia tersenyum karena menyadari seari tadi aku memandangnya. Aku segera mengalihkan pandanganku. Aku tidak ingin disangka menyukainya. Berhubung, ia memang tampan. Dan lagi, kutaksir umurnya tak beda jauh denganku. Sulit ku gambarkan bagaimana wajahnya. Tapi yang jelas ia memang tampan. “Namaku Edmund. Aku juga pasien di sini, dan sebagai ganti dari kesalahanku aku berutang padamu. Jadi kalau butuh sesuatu bilang saja supaya ku bayar hutangku. Sebelum terlambat.” Ujarnya sebelum akhirnya seorang suster menghampirinya dan membawanyanya pergi ke dalam gedung rumah sakit. Sempat aku melihatnya melemparkan senyum padaku sebelum ia pergi. Aku meminta Cecyl untuk membawaku kembali ke bangsalku. Dan aku tak lupa memintanya supaya tidak menceritakan masalah tadi pada orang tuaku. Karena aku tak mau membebani orang tuaku. Sekarang aku mau istirahat.JJJ Semenjak hari itu, setiap hari aku selalu menyempatkan diri untuk keluar rumah sakit melihat pemandangan. Tak hanya saat pagi, malam pun terkadang aku keluar untuk melihat bintang di angkasa. Tapi aku tidak cari mati dengan keluar malam hanya menggunakan baju rumah sakit. Aku pakai pakaian tebal berlapis jaket dan aku membawa selimut. Seperti malam ini. Aku sedang memandang bintang yang di ciptakan Tuhanku. Bintang malam ini banyak sekali. Berkedip-kedip dengan s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar